Waktu sedang subur-suburnya membuat fiksi, cerita pendek maupun novelet
semasa duduk di bangku SMA dan berlanjut di perguruan tinggi, apa yang saya
lakukan benar-benar otodidak, tanpa mengenal teori. Bahkan, saya tidak paham
istilah 5W 1H. Belakangan saat saya kuliah, saya baru mengenal 5W 1H, yakni
kependekan dari who, what, where, when, why, how. Ini adalah rumus lawas dari novelis Rudyar Kipling.
Saat menjadi jurnalis, saya berdisiplin diri dengan 5W 1H ini, terutama
saat menulis “lede” (ada yang menyebutnya “lead”) berita, yakni satu paragraf
(atau dua paragraf) pembuka berita. Dalam kurang-lebih 35-40 kata, saya harus
menyisipkan 5W 1H ini. Itu dalam menulis berita.
Bagaimana 5W 1H ini dalam mengembangkan cerita? Saya punya pengalaman sendiri,
yang jauh dari teori manapun karena saya tidak mengenalnya. Saat saya mengikuti
pendidikan jurnalistik di harian Kompas, sebelum diterjunkan ke lapangan, oleh guru saya
diajarkan formula 5W 1H dalam bahasa Inggris sebagai berikut:
- Who is it about? = tentang siapa?
- What happened? = apa yang terjadi?
- Where did it take place? = dimana
peristiwa terjadi?
- When did it take place? = kapan
peristiwa terjadi?
- Why did it happen? = mengapa hal itu
terjadi?
- How did it happen? = bagaimana hal
itu terjadi?
Yang saya maksud 5W 1H (who,
what, where, when, why, how) dalam mengembangkan ide cerita, bukan menjejalkan rumus kuno Rudyard
Kipling ini ke dalam tubuh cerita fiksi yang saya buat, baik itu cerpen ataupun
novel, sebagaimana menulis berita langsung. Akan tetapi, saya mengembangkan 5W
1H semata-mata untuk mengembangkan ide cerita.
Ada seorang novelis kontemporer Amerika, saya lupa namanya (tapi Insya
Allah saya coba menelusur kembali nama ini). yang mencontohkan secara baik 5W
1H ini dalam mengembangkan ide cerita. Adapun ide cerita yang dicontohkannya
tidak lain sebuah pertanyaan: mungkinkah
seorang presiden adalah pelaku pembunuhan berantai?
Sederhananya begini jika 5W 1H ingin digunakan untuk mengembangkan ide
cerita;
- Who: siapa presiden itu, siapa saja korban pembunuhannya?
- What: apa yang dilakukan presiden itu sesungguhnya
- Where: dimana saja peristiwa pembunuhan itu terjadi?
- When: kapan peristiwa itu terjadi, masa lalu atau
masa yang akan datang?
- Why: mengapa presiden itu melakukan pembunuhan
berantai?
- How: bagaimana cara presiden membunuh para korbannya
satu persatu?
Ini cara sederhana mengembangkan ide cerita berdasarkan rumus Rudyard
Kipling yang sebenarnya biasa digunakan secara ketat dalam penulisan berita
langsung (straight news). Dari rangkaian pertanyaan itu,
saya bisa leluasa merumuskan cerita
dengan plot, karakter, setting, dan orientasi berdasarkan jawaban-jawaban atas pertanyaan
itu.
Sebelumnya saya mengatakan, cara sederhana mengembangkan ide cerita
berdasarkan rumus Rudyard Kipling ini bisa dirumuskan lebih jauh dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan pendukung atau tambahan yang memperkuat
ide/gagasan utama cerita. pPda intinya, semua pertanyaan dirinci untuk
diverifikasi dan dicari jawabannya sendiri.
Inilah sebagian formula pertanyaan tambahan/pendukung itu:
- How many: berapa jumlah orang yang jadi korban pembunuhan
- Who else: siapa saja mereka itu, korban-korban lainnya
- What time: kapan dan jam berapa mereka dibunuh
- How much: berapa dollar biaya untuk membunuh, berapa uang
yang dirampok
Itu contoh kecil saja. Anda bisa mencari contoh lainnya, cukup menggunakan
formula pertanyaan bahasa Indonesia saja. Misalnya bagaimana cara presiden itu
membunuh? apakah dengan pola yang sama, katakanlah seluruh korban dicekik? jam
berapa sang presiden melancarkan aksi mautnya? dimana biasanya pelaku mengincar
korban? bagaimana reaksi pelaku seusai membunuh? Dan seterusnya…
Nah, ketika pertanyaan utama dan pertanyaan tambahan/pendukung sudah
dirumuskan dan sudah dicari jawabannya, tentu saja akan membentuk semacam
puzzle yang kelak harus disusun menjadi sebuah cerita yang utuh. Ini bagian
tersulit dalam merancang dan mengembangkan cerita. Tetapi dengan bantuan
pertanyaan demi pertanyaan di atas, menyusun puzzle rasanya akan jadi lebih
mudah.