Sebenarnya apa sich mati rasa itu? Tadi saya sempat tanya pada beberapa teman di yahoo answers, dan jawabannya bermacam-macam. Ada juga yang balik tanya kepada saya, apakah saya sedang mengalaminya—mati rasa—sekarang. Tentu saja saya jawab tidak, hehe. Kembali ke topik tentang mati rasa tadi, dari beberapa jawaban teman-teman yahoo answers ada yang saya sukai. Dari jawaban teman saya, arti kata “mati rasa” yang sesungguhnya adalah tidak merasakan apa-apa. Anda bayangkan orang yang diberi suntikan mati rasa oleh dokter sebelum operasi. Itu maksudnya supaya ketika operasi dia tidak akan merasa sakit. Saya kira anda mengerti maksud saya.
Sebenarnya inspirasi saya menulis artikel ini ketika melihat status di facebook teman saya, hehe. Nah, orang yang mati rasa dalam soal cinta itu berarti dia tidak merasa kalau sedang jatuh cinta,hehe malah jadi sok tau gini. Rasa ini sering datang memang pada saat seseorang sedang dekat atau malah jauh dari cinta. Contohnya begini, jika ditanya “kamu sayang nggak sama dia ?” lalu jawabannya “iya, sayang” itu beraati dia tidak mati rasa, kalau dia menjawab “tidak, sidikitpun tidak” padahal sebenarnya dia sangat sayang, inilah mati rasa.
Di mana saja rasa ini bisa muncul lo. Bisa di rumah, di pasar, bahkan dikampus-kampus sekalipun, hehe. Memeng tidak ada undang-undang yang melarang tentag hal ini, mungkin ada nanti jika saya sudah jadi ketua MPR, ngarep. Jadi, selama belum ada yang melarang sah-sah saja kok mati rasa. Perasaan seperti ini sering muncul juga ketika kita, saya atau temen-temen sedang jatuh cinta atau sedang galau juga, bukan galaunggung lo hehe.
Mengapa sih kita mati rasa? Jujur saja -serius- saya ingin mengutarakan hal ini. Sebenarnya rasa kita tidak mati, tetapi kita sendirilah yang yang enngan menggunakannya. Sering terdengar suara berkata, kenapa aku begini? Kenapa aku begitu? Kenapa dia lebih cantik atau gagah dariku? Ah, suara-suara sumbang itu hampir setiap saat terlintas, menari-nari girang di kepala kita. Jadi, sebenarnya tidak sedetikpun kita mengalaminya. Hanya diri kita sendiri yang menjadikanya seperti itu.
Jadi siapa yang menjadikan kita mati rasa? Tidak lain dan tidak bukan adalah dirikita sendiri. Janaganlah kita turuti semua itu, jika kita turuti kita akan buta walau masih punya dua mata. Kita akan lumpuh dan kita akan mati rasa.Sering kita merasa jelek, tak sempurna, tak punya harta. Tidakkah kita ingat, setiap pagi kita masih melihat matahari terbit. Kita masih menghirup segarnya udara. Kita masih merasakan nikmat nasi goreng buatan Ibu. Masihkah kita tidak sempurna? Masihkah kita kekurangan? Lalu bagaimana dengan mereka yang buta matanya, tapi masih tersenyum. Mereka yang terbaring sakit parah, masih mampu tertawa penuh harap. Serendah itukah kita, tak sedikitpun menghargai banyaknya nikmat yang diberikan? Masihkah kita merasa kurang?
Apa yang salah dalam diri kita? Siapa yang sebenarnya buta? Para tunanetra? Bukan!!! Kita yang buta, tak mampu melihat besarnya nikmat dari Tuhan kita. Hati kita mati rasa, bebal karena terbuai dunia. Kita lumpuh karena selalu merasa kurang ini dan kurang itu.
Kita buta mata hati
"Rabb, ampuni kami yang tak bersyukur padaMu. Ampuni dosa kufur kami. Ampuni kami yang buta mata hati ini
Kita buta mata hati
"Rabb, ampuni kami yang tak bersyukur padaMu. Ampuni dosa kufur kami. Ampuni kami yang buta mata hati ini