Di antara puasa tathawwu' yang paling utama
adalah puasa Arafah. Yang dimaksud dengan puasa Arafahadalah
puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada saat itu kaum muslimin yang melakukan
ibadah haji berkumpul wukuf di padang Arafah.
Sebagian orang mendapatkan masalah ketika mendapati
tanggal/kalender di negaranya berbeda dengan di Arab Saudi. Maksudnya, pada
hari ketika jamaah haji sedang berkumpul di Arafah,
yang hari itu adalah tanggal 9 Dzulhijjah di negara Arab Saudi, tetapi kalender
di negaranya pada hari itu adalah tanggal 10 Dzulhijjah, umpamanya. Maka, apakah
dia berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut kalender di negaranya sendiri,
padahal di Arab Saudi masih tanggal 8 Dzulhijjah, dan para jamaah haji belum
menuju Arafah. Atau dia berpuasa pada tanggal 10 Dzulhijjah menurut kalender di
negaranya sendiri dan di Arab Saudi sudah tanggal 9 Dzulhijjah, dan para jamaah
haji berkumpul di Arafah.
Dalam hal ini yang menjadi ukuran adalah wuquf di
Arafah, bukan kalender di negaranya. Karena di dalam hadits-hadits Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menyebut dengan “puasa hari Arafah”, sehingga
mestinya wuquf di Arafah itulah yang menjadi ukuran. Wallahu
a'lam.
Hari Arafah memang salah satu hari istimewa, karena pada hari
itu Allah membanggakan para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah di
hadapan para malaikat-Nya. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ
عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِي
بِهِمُ الْمَلَائِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ
“Tidak ada satu hari yang lebih banyak Allah memerdekakan
hamba dari neraka pada hari itu daripada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah
mendekat, kemudian Dia membanggakan mereka (para hamba-Nya yang sedang
berkumpul di Arafah) kepada para malaikat. Dia berfirman, 'Apa yang dikehendaki
oleh mereka ini?'” (HR. Muslim, no. 1348; dan lainnya dari 'Aisyah).
Olah karena itulah, tidak aneh jika kaum muslimin yang
tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah
ini dengan janji keutamaan yang sangat besar.
Marilah kita renungkan hadits di bawah ini, yang menjelaskan
keutamaan puasa Arafah, yang disyariatkan oleh Ar-Rahman Yang Memiliki sifat
rahmat yang luas dan disampaikan oleh Nabi pembawa rahmat kepada seluruh alam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap
kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun
setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada
Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no
1162, dari Abu Qatadah).
Alangkah pemurahnya Allah Ta'ala. Puasa sehari menghapuskan
dosa dua tahun! Kaum muslimin biasa berpuasa satu bulan penuh pada bulan
Ramadhan, dan mereka sanggup melakukan. Maka, sesungguhnya berpuasa satu hari
Arafah ini merupakan perkara yang mudah, bagi orang yang dimudahkan oleh
Allah Ta'ala.
Barangsiapa membaca atau mendengar sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam yang mulia ini pastilah hatinya tergerak untuk
mengamalkan puasa tersebut. Karena, setiap manusia pasti menyadari bahwa dia
tidak dapat lepas dari dosa.
Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa
kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama
berselisih.
Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah,
berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa
besar, atau dosa kecil.
Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu
Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih,
seperti wudhu', shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya,
termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil.
Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara
lain:
Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya adalah wajib.
Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti
taubat tidak dibutuhkan, maka ini merupakan kebatilan secara ijma'.
Nash-nash dari hadits lain yang men-taqyid (mengikat;
mensyaratkan) dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal
shalih.
Dosa-dosa besar
tidak terhapus kecuali dengan bertobat darinya atau hukuman pada dosa tersebut.
Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, yang berupa hudud dan ta'zir atau
hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.
4- Bahwa di dalam syariat-Nya, Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan
dosa) terhadap dosa-dosa besar. Namun, kaffarah itu dijadikan
untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami'ul 'Ulum wal Hikam, syarh hadits
no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).
Kemudian, bahwa disunnahkannya puasa Arafah ini berlaku bagi
kaum muslimin yang tidak wuquf di Arafah. Adapun bagi kaum
muslimin yang wuquf di Arafah, maka tidak berpuasa,
sebagaimana hadits di bawah ini,
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا
عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ
فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti al-Harits, bahwa orang-orang
berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, 'Beliau berpuasa.' Sebagian lainnya
mengatakan, 'Beliau tidak berpuasa.' Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok
susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka
beliau meminumnya.” (HR. Bukhari, no. 1988; Muslim, no. 1123).
Setelah kita mengetahui keutamaan puasa hari Arafah ini,
maka yang tersisa adalah pengamalannya. Karena setiap manusia nanti akan
ditanya tentang ilmunya, apa yang telah dia amalkan. Semoga Allah selalu
memberikan kepada kita untuk berada di atas jalan yang lurus. Amin.
sumber (http://muhakbarilyas.blogspot.com)